'Morotai Masa Lalu adalah Jakarta Masa Kini'


Morotai - Jakarta dan Kabupaten Pulau Morotai di Maluku Utara (Malut) memang terpaut ribuan kilometer jaraknya. Jakarta kota metropolitan dengan jutaan penduduk, sementara Morotai adalah pulau yang sunyi.

Namun, penduduk Morotai mempunyai semacam 'kebanggaan' tersendiri, yang perbandingannya sama dengan Jakarta saat ini. Pulau kecil yang berbatasan dengan lautan pasifik itu pernah menjadi pulau yang ramai dihuni manusia.

"Kalau mengambil istilah orang, Morotai itu adalah Jakarta masa kini. Sebaliknya, Jakarta masa kini adalah Morotai masa lalu," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Morotai, Al Fatah Sibua, kepada detikcom, di Morotai, beberapa waktu lalu.

Mengapa muncul istilah begitu? Tidak lain dan tidak bukan, karena sejarah Pulau Morotai yang pernah menjadi medan pertempuran antara Jepang melawan aliansi tentara Amerika Serikat (AS) dan Australia (Sekutu) pada Perang Dunia II. Tahun 1943-1944 itu, terdapat kurang lebih 200 ribu pasukan sekutu mendarat di Morotai.

Hadirnya serdadu-serdadu lengkap dengan perlengkapan perang seperti pesawat tempur dan kapal perang itu membuat suasana Morotai sangat hiruk pikuk. Situasi itu jauh berbeda dibandingkan saat ini di mana penduduk Morotai hanya berkisar 52.768 dengan komposisi 26.995 jiwa laki-laki dan 25.773 perempuan. Mereka menyebar di seluruh Pulau Morotai yang mempunyai luas total 4.301,53 Km persegi.

Menurut catatan sejarah, adalah Jepang yang pertamakali merangsek ke Morotai dan menyulap pulau tersebut menjadi basis militer. Lalu, datanglah kemudian tentara sekutu di bawah pimpinan AS. Kedua belah pihak terlibat pertempuran dahsyat hingga akhirnya Jepang takluk pada tahun 1944.

Salah satu prajurit Kekaisaran Jepang yang melegenda, yakni Taruo Nakamura, tidak mau menyerah dan bersembunyi di suatu goa di Pegunungan Morotai. 30 Tahun kemudian, atau tepatnya tahun 1974, Nakamura yang aslinya berdarah Taiwan itu ditemukan dalam kondisi masih hidup. Ia lalu dikembalikan dan meninggal di Jepang 5 tahun kemudian akibat kanker paru-paru.

Setelah berhasil membuat Jepang bertekuk lutut, pasukan sekutu lantas menjadikan Pulau Morotai sebagai pangkalan militer untuk membebaskan Filipina. Sekutu membangun sebuah landasan udara yang kini dikenal dengan Pitu Strep. Bandara tersebut mempunyai 7 (pitu) runway yang semuanya dibangun di atas karang hidup. Panjang setiap landasannya sekitar 3.000 meter. Bisa dibayangkan aktivitas pesawat tempur sekutu yang berlalu lalang di bandara tersebut pada saat itu.

Sekutu juga membangun pertahanan laut atau Navy Base/Army Doc di perairan Morotai. Pelabuhan perang tersebut menjadi tempat bersandarnya kapal-kapal perang sekutu berikut dengan serdadunya.

Seluruh kegiatan pasukan sekutu pada waktu itu berada di bawah komando Douglas McArthur (1880-1964), seorang jenderal perang AS yang amat tersohor. McArthur adalah Kepala Staf Angkatan Darat AS yang ditugaskan untuk menghancurkan Jepang pada PD II. Ia mengkonsolidasikan pasukan Divisi VII Angkatan Perang AS di Pulau Morotai untuk membalas dendam atas kekalahannya dari Jepang di Filipina.

Di Morotai, McArthur menyusun strategi perlawanan terhadap tentara dai nippon. Untuk itu, ia kerap menyepi ke satu dari puluhan pulau yang berada di Morotai. Pulau itu bernama Zum-zum, sekitar 15 menit dari pelabuhan utama Morotai.

"Di Pulau Zum-zum, McArthur membangun semacam persinggahan dan monumen," kata Al Fatah lagi.

Kini, benda-benda peninggalan PD II di Morotai masih banyak dijumpai, baik yang berada di darat maupun yang terbenam di lautan. Jumlahnya hampir yakin tidak dapat dihitung. Benda-benda bersejarah itu antara lain tank amphibi, bangkai pesawat, kapal, senjata laras panjang, selongsong roket, peluru, dan helm dan NRP para tentara sekutu.

Yang tidak tampak tersisa adalah bangunan-bangunan kamp militer Jepang maupun sekutu. "Sebab, ketika meninggalkan pulau ini tahun 1945, sekutu membumihanguskan semua bangunan yang ada," ujar Muchlis Eso, penduduk setempat yang kerap disewa menjadi guide.

Selain monumen McArthur di Pulau Zum-zum, bangunan Sekutu yang masih bisa dijumpai adalah tempat pemandiannya di Desa Air Kaca. Tempat mandi yang tidak jauh dari pantai itu hanya berupa ceruk yang mirip sendang di Jawa.

Pemda Morotai berniat menghidupkan kembali kenangan PD II itu melalui kegiatan wisata sejarah. Terbentuknya Kabupaten Morotai membuat mereka makin bersemangat meskipun banyak kendala yang dihadapi. Tahun 2012 mendatang, Morotai akan menjadi ajang panitia 'Sail Morotai'. Para peserta akan mengarungi kembali kenangan PD II di pulau terpencil itu.

"Wisata sejarah adalah andalan kami untuk menarik wisatawan. Target kita adalah nostalgia PD II di kabupaten yang baru ini. Saya menginginkan Morotai kembali ramai seperti dulu. Menjadi Jakarta seperti sekarang ini," harap Al Fatah.

sumber : detik